Hidup adalah Perjalanan Tanpa Akhir


  Hidup adalah perjalanan tanpa akhir yang tidak pernah selesai di bumi. Dalam diri setiap orang, pada usia berapa pun, pergulatan antara kebaikan dan kejahatan berlanjut sampai nafas terakhir. Begitulah pemahaman Rasul Paulus tentang usia lanjut, yang disebutnya sebagai masa peremajaan dan perkembangan batin. Paulus menulis bahwa sementara diri luarnya telah hilang, batinnya sendiri diperbaharui setiap hari (2 Korintus 4).
     Uraian Rasul Paulus tentang keadaan dirinya yang semakin tua itu berkebalikan dengan apa yang dipersepsikan banyak orang tentang lansia. Sejak dulu kebanyakan orang berpikir miring tentang lansia. Mereka dianggap lebih suka memikirkan diri sendiri, lebih peduli pada apa yang berguna baginya. Orang juga berpendapat semakin tua seseorang maka sikapnya akan berubah: dari tadinya bijak menjadi berperangai buruk, sebelumnya hemat menjadi kikir, atau tadinya mudah bergaul menjadi takut-takut. Banyak orang menganggap para lansia suka bertengkar; terlalu banyak bicara, kadang berbohong seraya membanggakan masa lalu, dan tidak mau mendengarkan, lalu mudah marah.
     Berdasarkan gambaran itu orang lalu menyimpulkan kemerosotan fisik seiring usia lanjut disertai kemerosotan moral. Ada memang kecenderungan menjadi lebih malas, bukan enggan mengerjakan sesuatu, tetapi terutama karena menyerah pada perkembangan kehidupan.
     Namun tidak semua berpandangan suram seperti digambarkan di atas. Tidak sedikit yang mengakui segi positif yang diperoleh dari usia lanjut. Kehidupan spiritual lansia dianggap semakin mencerahkan, seperti dibebaskan dari nafsu kotor, adanya kepedulian terhadap keadilan, dan lain-lain. Semua itu dimungkinkan sebab sekarang mereka lebih mampu memahami kompleksitas masalah keadilan. Mereka kini lebih mampu melihat lebih jelas bagaimana ukuran untuk menentukan hubungan yang adil antara individu dan masyarakat, serta hak dan kewajiban yang dimiliki individu satu sama lain.
     Orang yang lebih tua juga diyakini memiliki tempat menyimpan niat baik dalam batinnya dan kemurahan hati yang tertanam di dalamnya. Mereka mnjadi ramah, mampu bersukacita dalam kebahagiaan orang lain, terutama kemajuan kaum muda. Seperti bunga indah yang tidak bisa menahan aromanya, pria dan wanita lansia kebanyakan tidak mau menyimpan niat baik untuk diri sendiri. Mereka ingin mengungkapkan rahmat dan kebajikan yang telah mereka kembangkan sepanjang hidup, dan mengungkapkannya untuk kebaikan orang lain.
     Maka, agar akhirnya kebaikanlah yang menjadi pemenang dalam pergulatan antara kebaikan dan kejahatan yang terus berlangsung dalam diri setiap lansia bahkan sampai ajal menjemput, perlu menumbuh-suburkan rasa syukur karena hidup dalam kasih karunia dan cinta dalam kehidupan. Dan, seperti yang dikemukakan Paus Emeritus Benediktus, dengan demikian para lansia dapat memahami pengejaran kebaikan umum sebagai bentuk cinta yang paling inklusif. .(Sumber: Homilitek dan Pastoral)***



Hidup adalah Perjalanan Tanpa Akhir