Seperti Matahari akan Terbenam,
Tetap Memancarkan Keindahan

Mgr. Emeritus Blasius Pujaraharja
berfoto bersama sebagian peserta usai rekoleksi
Jadilah seperti matahari yang akan terbenam. Meski akan terbenam, namun matahari tetap bersinar lembut dan memancarkan keindahan. Demikian pernyataan Mgr. Emeritus Blasius Pujaraharja pada Rekoleksi Umat Lansia Paroki St. Petrus dan Paulus Babadan, di Gereja St. Fransiskus Xaverius Cangkringan, Selasa 20 November 2018.
     Dimoderatori oleh Rm. Andreas Sulardi, Pr, Mgr. Blasius yang menjadi narasumber utama dalam rekoleksi itu menegaskan bahwa filosofi matahari terbenam itulah yang perlu dihayati dan dipraktekkan para lansia. Umur lansia memang sudah ujur, dan bisa berakhir kapan saja. Namun itu tidak menghalangi lansia untuk tetap menjadi berkat bagi sesama.
     Mgr. Blasius lebih lanjut mengatakan, keindahan matahari yang akan terbenam selalu mengagumkan. Itulah sebabnya banyak orang ingin menyaksikan saat matahari akan terbenam (sunset), dan karena itu menjadi salah satu jualan pariwisata di berbagai tempat.
     Sudah tentu apa yang bisa diberikan oleh seorang lansia -- entah itu karya atau buah pikiran -- tidak lagi sebanyak atau sehebat yang bisa diberikan seperti ketika yang bersangkutan masih muda. Bagaimanapun, usia yang terus bertambah telah menggerogoti kemampuan sebab tubuh semakin lemah dan mungkin sering sakit-sakitan, pendengaran atau penglihatan berkurang, demikian pula tenaga.
    Walau demikian, sebagaimana matahari yang akan terbenam itu tetap bisa memancarkan sinar yang indah, lansia selalu bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama. Lansia tidak perlu mengeluh oleh kondisi ketuaannya yang mungkin semakin membatasi gerak atau aktivitasnya. Ketuaan adalah proses alami dan setiap orang pasti mengalami. Ibarat matahari yang akan terbenam itu, sinarnya tidak lagi seterang atau sepanas matahari siang atau matahari pagi. Sinar matahari yang akan terbenam tidak mungkin digunakan untuk mengeringkan pakaian basah atau mengeringkan padi. Sinar matahari yang akan terbenam adalah sinar yang lembut, tidak panas, namun memancarkan keindahan. 
     Lansia juga begitu, perlu memahami kondisi ketuaannya, dan tidak lagi berharap bisa melakukan kegiatan yang berat-berat, keras, atau cepat. Irama kehidupan bagi lansia sudah berbeda. Seiring semakin lanjut usia, lansia hendaknya selalu menyesuaikan kemampuan dengan apa yang akan dan bisa diberikan tanpa harus memaksa diri. Seorang lansia hendaknya menjalani kehidupan dengan irama yang lebih tenang, lebih lembut, dan lebih menyentuh. Bukankah sesuatu yang lebih tenang, lebih lembut, dan dengan keindahan yang menyentuh serta menenteramkan, itulah yang dikejar orang saat menyaksikan saat-saat matahari akan terbenam (sunset)?
     Maka, dengan gambaran itu, seorang lansia hendaknya tetap beraktivitas di bidang-bidang yang tidak lagi memerlukan kekuatan, atau kecepatan, atau daya tahan tinggi. Para lansia, meningat waktu yang dimiliki lebih banyak dan longgar, bisa melakukan kegiatan di bidang yang bisa dan justru lebih menuntut ketenangan, atau kedalaman batin. Misalnya, para lansia bisa menjadi prodiakon, menjadi anggota tim kerja pewartaan, pengurus lingkungan, menjadi pemimpin pertemuan lingkunan, atau bergabung dalam kelompok doa, kelompok Pendalaman Kitab Suci, pergi menjenguk dan mendoakan orang sakit, pergi melayat, dan sebagainya.
     Kegiatan-kegiatan seperti disebutkan itu, adalah kegiatan-kegiatan yang lebih memerlukan ketulusan hati sebab termasuk kegiatan pelayanan. Ada manfaat lain yang penting dan dapat diperoleh lansia melalui keterlibatannya dalam kegiatan pelayanan sebagaimana disebutkan. Apabila lansia melakukan kegiatan tersebut berarti ia tetap aktif, dan dengan tetap berkegiatan ia akan membuat pikiran dan tubuhnya tetap aktif. Pikiran dan tubuh yang tetap aktif akan menyebabkan seseorang tetap sehat.
      Manfaat lain, dengan tetap berkegiatan, maka kesempatan seorang lansia bertemu dan menjalin relasi dengan orang lain menjadi terbuka. Bertemu dan berelasi dengan orang lain (srawung) sebetulnya sangat penting bagi siapapun, tidak hanya bagi lansia. Akan tetapi, bertemu dan berelasi dengan orang lain terutama semakin bagi lansia yang tidak lagi bekerja, dan karena itu memiliki waktu luang. Dengan bertemu dan berlasi dengan orang lain, memungkinkan lansia bertukar-sapa, bertukar senyum, berbagai pengalaman. Semua itu akan menyebabkan lansia merasa tidak sendiri, serta diterima di tengah orang lain. Dan yang lebih penting lagi otak bisa tetap bekerja dan aktif, mencegah kepikunan.
      Mengakhiri  paparannya , Mgr. Emeritus Blasius Pujaraharja mengingatkan agar para lansia sungguh memahami dan menyadari bahwa penziarahan hidup setiap orang sejatinya adalah seperti pergerakan matahari mulai dari saat terbit di pagi hari sampai akhirnya terbenam di saat senja. Pergerakan matahari itu memberi pelajaran penting, yaitu setelah menjadi lansia tidak mungkin lagi berkemampuan – baik secara fisik maupun secara intelektual – seperti ketika masih muda. Hal ini sangat penting disadari, agar lansia tidak mengalami apa yang disebut post power syndrome, yaitu perasaan tersisihkan.
     Mgr. Blasius mencontohkan, seorang lansia yang terbiasa menjadi organis, jangan marah atau kecewa karena diminta tidak usah lagi mengiringi koor saat misa di gereja. Permintaan seperti itu harus dipahami bukan karena sang lansia organis itu tidak mampu lagi, melainkan mungkin ada alasan lain.
     Perlu berjiwa besar menghadapi hal seperti itu, dengan cara introspeksi diri.  Misalnya, kecepatan sudah berikurang sehingga sudah kurang cocok mengiringi koor yang menggunakan iram cepat. Kemudian, pendengaran juga sudah bermasalah, sehingga tidak bisa lagi dengan pas memilih nada. Lalu, penglihatan juga sudah menurun ketajamannya, hal mana menyebabkan sering keliru membaca not. Maka, daripada mutung dan kecewa, lebih baik lansia yang organis itu rela tidak lagi mengiringi koor, melainkan menjadi organis pada misa pagi yang biasanya tidak ada koor.
     Rekoleksi yang dimulai pkl. 09.30 berakhir pkl. 10.15, lalu dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi dan Pengurapan Minyak Suci, pkl. 10.30 – 12.30. Acara yang diselenggarakan Paguyuban Lansia Paroki St. Petrua dan Paulus Babadan itu, diakhiri dengan makan siang bersama.***



Seperti Matahari akan Terbenam, <br/>Tetap Memancarkan Keindahan