Yang akan berkembang seperti pohon palem,
akan tumbuh seperti pohon aras Libanon.
Ditanam di rumah Tuhan, mereka akan berkembang di pengadilan Allah kita.
Mereka akan berbuah bahkan di usia tua, selalu kuat dan kokoh,
Saat mereka menyatakan: "Tuhan itu adil; batu kita, yang tidak ada salahnya."
(Mzm 92: 13-16)
Bagaimana lansia dapat mengalami dan menanggapi panggilan menuju kekudusan, yang mengarah pada kebijaksanaan? Kebijaksanaan ini adalah tanda kedewasaan murid Kristus.
Sebenarnya semua orang dalam segala usia dipanggil untuk kekudusan, untuk "persatuan yang semakin intim dengan Kristus." Namun seringkali muncul keprihatinan spiritual yang menganggap kepentingan yang lebih besar untuk menjadi kudus ada pada lansia. Barangkali penyebabnya adalah semakin banyak lansia memiliki waktu dan ruang untuk berefleksi lebih dalam dan bertindak dengan landasan dan visi moral yang lebih besar.
Bagi sebagian lansia, misa harian menjadi jantung kehidupan spiritual mereka. Mereka rajin menghadiri misa harian yang biasanya dilaksanakan pagi hari. Mereka tidak lagi terkendala oleh waktu, tidak lagi harus buru-buru bekerja atau harus mengantar anak. Dan misa pagi bagi beberapa lansia justru menjadi batu loncatan untuk menjalin persahabatan dengan banyak teman sebaya.
Melaui kontak semacam itu, banyak orang yang lebih tua mengalami antusiasme baru untuk menjadi kelompok belajar Alkitab, kelompok doa devosi, atau mengikuti program pembinaan iman dewasa. Mungkin itu menjelaskan mengapa di beberapa paroki, peserta kelompok devosi atau kelompok belajar Alkitab, kebanyakan lansia.
Sebagian lagi terpanggil untuk menekuni jenis doa kontemplatif, di mana kata-kata memberi jalan untuk mendengarkan Tuhan dengan tenang dan penuh perhatian. Kemerosotan kemampuan indera yang mungkin dialami, walau sering dianggap negatif, kadang-kadang justru dapat menumbuhkan kemauan untuk berkontemplasi. Dalam hal ini, bukan lagi telinga yang diandalkan mendengarkan Tuhan, melainkan batin.
Penuaan juga bisa berarti "krisis makna." Masa tua seringkali mengantarkan seseorang kepada situasi yang membuatnya mulai bertanya-tanya: Apakah hidupnya selama ini telah membuat perbedaan bagi siapa pun — jika itu memang memiliki makna? Waktu yang lebih longgar bagi lansia memungkinkannya merenungkan kembali kehidupan yang telah dijalani.
Dalam permenungan itu ia akan melihat kembali peristiwa dan hubungan-hubungan yang dijalin dalam hidupnya, mengenali apa yang baik dan konstruktif serta melepaskan kesalahan dan kegagalan. Meskipun seseorang tidak dapat mengubah peristiwa masa lalu, kesadaran dari permenungan itu bisa mendorong lansia meminta Tuhan untuk membantunya mengubah sikap dan persepsinya terhadap siapapun yang pernah hadir dalam hidupnya. Beberapa kegagalan di masa lalu mungkin sekarang dilihat sebagai peristiwa dari mana ia belajar. Mungkin berurusan dengan orang-orang yang sulit telah mengajarkan dirinya tentang kesabaran dan rasa hormat untuk sudut pandang yang berbeda.
Meninjau kembali masa lalu dapat mengarahkan lansia untuk bertindak di masa sekarang. Seorang lansia mungkin tiba-tiba menyadari ia membutuhkan untuk rekonsiliasi: mengaku dosa atau meminta maaf kepada seseorang. Rekonsiliasi, dengan Tuhan atau dengan orang lain, bisa jadi mengantarkan yang bersangkutan ke saat mana ia mendengarkan bisikan Tuhan yang memberikan tugas baru baginya. Bakat yang menunggu untuk dikembangkan atau keterampilan yang terlalu berharga untuk dipensiunkan dapat menghasilkan kegiatan yang sangat kreatif dan bermanfaat, tidak hanya bagi diri sendiri, melainkan juga bagi orang lain. Pangilan menuju kekudusan telah memungkinkann tetap menjadi berkat.***