2. Saudari dan saudara terkasih, di usia kita adalah wajar untuk mengunjungi kembali masa lalu untuk mencoba semacam penilaian. Tatapan retrospektif ini memungkinkan evaluasi yang lebih tenang dan obyektif terhadap orang-orang dan situasi yang telah kita temui sepanjang jalan. Perjalanan waktu membantu kita untuk melihat pengalaman kita dalam cahaya yang lebih jelas dan melembutkan sisi menyakitkan mereka. Sedihnya, perjuangan dan kesengsaraan adalah bagian dari kehidupan setiap orang. Kadang-kadang masalah-masalah dan penderitaan dapat menguji ketahanan mental dan fisik kita, dan bahkan mungkin mengguncang iman kita. Tetapi pengalaman mengajarkan bahwa kesulitan sehari-hari, oleh kasih karunia Allah, sering memberi kontribusi pada pertumbuhan orang dan menempa karakter mereka.
Di luar peristiwa tunggal, refleksi yang pertama kali terlintas dalam pikiran berkaitan dengan perjalanan waktu yang tak terhindarkan. "Waktu berlalu dengan tidak dapat dikembalikan", seperti yang dikatakan oleh penyair Latin kuno. (3) Manusia terbenam dalam waktu; dia dilahirkan, hidup dan mati dalam waktu. Kelahiran menetapkan satu tanggal, yang pertama dari kehidupannya, dan yang lain adalah kematian, sebagai yang terakhir: "alfa" dan "omega", awal dan akhir dari sejarahnya di bumi. Tradisi Kristen telah menekankan ini dengan menuliskan kedua huruf abjad Yunani pada batu nisan.
Tetapi jika kehidupan kita masing-masing terbatas dan rapuh, kita terhibur oleh pikiran bahwa, berdasarkan jiwa spiritual kita, kita akan bertahan hidup setelah kematian itu sendiri. Selain itu, iman membuka kita pada “harapan yang tidak mengecewakan” (lih. Rom 5: 5), menempatkan kita di hadapan perspektif kebangkitan akhir. Bukan suatu kebetulan bahwa Gereja, pada Malam Paskah yang khidmat, menggunakan dua huruf Yunani yang sama dalam referensi kepada Kristus yang hidup kemarin, hari ini dan untuk selama-lamanya: Dia adalah “awal dan akhir, Alfa dan Omega. Sepanjang waktu adalah miliknya dan segala usia”. (4) Pengalaman manusia, meskipun tunduk pada waktu, ditetapkan oleh Kristus terhadap cakrawala keabadian. Ia “menjadi manusia di antara manusia, untuk bergabung dari awal sampai akhir, manusia kepada Allah”. (5)